UPAI, disuatu hari

Pagi ini(12/4/2016) Kakak ku tercinta Saiful, mengajak ke Upai (Nama kebun), tetapi bagi saya, ia bukan saja nama bagi sebuah kebun tetapi nama bagi semua harapan dan masa depan keluarga tertumpah. ia bahkan adalah nama bagi sebuah cinta dan kenangan indah. 

Alhamdulillah bahagianya setelah sekian lama tahun 2001. kini di ajak Kakak tercinta, Kakak yang dengan setia semenjak kecil menghabiskan waktu mengarungi samudra saketa dan hutan belantara upai, kaka yang dengan kerja kerasnyapula bersama Abba. Kami bisa mengenyam pendidikan.

Dalam mengarungi samudera yang tenang pagi ini, Kenangan demi kenangan sepanjang masa kecilku semua terekam jelas dalam ingatan, berputar bagai putaran VCD yang sedang menayangkan sebuah kisah di layar monitor.

 Pandanganku terpaku pada tenangnya laut dan hamparan gunung nan indah mempesona dengan binar Sang surya yang teduh. Aku tersenyum mengingat kekonyolanku bersama kakak disuatu malam saat menjaring ikan, justru ikannya membawa jaring kami, menegangkan sangat menegangkan bukan karena suda semakin larut malam dan terdengar suara khas fotifoti. 

Entahlah apa artinya, itulah sebutan kakak atas suara yang kadang nyaring, pelan, menghilang, nyaring, pelan dan menghilang. Tapi yang paling kami takutkan dan menegangkan adalah bayangan kami atas reaksi Abba saat mengetahui Jaring harapan keluarga itu hilang.

Sesampai kami di rumah kebun. Kakak terlihat tenang memberi penjelasan. Sementara mata saya suda memerah dengan buliran air yang perlahan keluar, suara desah tiba-tiba membuncah sejadi-jadinya. Abah bukannya marah justeru tertawa. Mungkin barusan saya tampilkan sebua orchestra lucu di hadapan Abba.

Dan ingatan saya tersublim pada sebuah kenangan di upai dan sepanjang samudra ini, Kenangan yang penuh suka-cita untuk sebuah perjalanan hidup berupa musik bernada jiwa berlatar harmoni alam, bersuara merduh tak sebanding dengan suara penyanyi manapun. Dialah Mama Saya (Alm), [Semoga bahagia di Surga nan Abadi.Aamiiin Ya Rabb]. Menyanyikan“Tide-tide, togal dan, lala”(Lagu khas Maluku Utara) adalah lagu yang mungkin juga dinyanyikan mama saat saya masih dalam kandungan dan sampai kini masi terekam manis dalam memoriku.

 Karena kuatnya ingatan inipula, saya bahkan pernah bermimpi jika kelak memiliki istri, dialah pendamping yang juga sekaligus bisa memahami betapa dalam, berarti dan indahnya musik togal, lala dan tide-tide dalam hidupku. dan kini, Alhamdulillah tepat yg saya impikan..dialah ummi Raafat istri tercantik Nurkhasnasyah yang selalu memahami debaran jiwa saat mengenang Mama. Hmmm... Aku merindukan masa-masa dengan sejuta berlian tak ternilai itu. Sejiwa dengan desah napas atas syukur yang sedari tadi tak henti saya hembuskan.

Dan ahh..sampailah kami ditepian. Embun meranum membasahi daun-daun menyerupai bulir keringat masih terlihat jelas. burung-burung berkicau bersahutan merangkai music harmoni alam, terkadang bergumam dan berbisik. Seolah nada alam ini mengenal tubuh mungil yang pernah bersamanya melewati hari-hari indah tak ternilai di upai tercinta

Semilir pagi dengan sejuta kenangan inipun perlahan membawa lamunanku jauh menerawang ke masa kecil 16 sampai 21 Tahun silam. Laut, gunung, sungai, kelapa, coklat, pala, adalah sederet penanda masa kecil saya di Upai.

Nama sebuah kebun yang luasnya kira-kira seluas area gunung panderman di Malang. Jarak dari kampoeng tercinta Saketa juga tak terbilang dekat menghabiskan waktu kira-kira tiga jam, kini semakin dekat terasa karena dengan transportasi laut sendiri (katinting) atau beberapa menit dengan sepeda.

Dahulu bersama keluarga dan terkadang sendiri berjalan menyusuri semak-semak belukar, masuk hutan yang masih perawan, lalu keluar ke pantai dan kembali memasuki belantara hutan yang sunyi senyap, ditemani kicauan burung, desahan air sungai, sesekali terdengar panggilan bersahut nan jauh uuuueeee adalah semacam simbol panggilan teman atau keluarga yang entah beranta di hutan belantara mana atau sekedar memastikan keberadaan orang disekeliling hutan.

 Dahulu saya lebih memilih diam jika sendiri pergi ke upai, saya tak menggunakan symbol demikian apalagi terdengar tanda keberadaan orang disekeliling, saya lebih memilih berkomatkamit dengan Do’a yang diajarkan Aba dengan pengharapn sempurna memastikan semuanya baik-baik saja.

Catatan Harian@Upai, Selasa 12 April 2016

Tidak ada komentar: