TANGISAN PENYESALAN

Sumber Foto: https://jateng.idntimes.com/news/indonesia/bandot-arywono/putus-asa-perawat-penderita-virus-corona-menggila-aku-tak-tahan-lagi


Oleh Rahmat Abd Fatah
Pembelajar sosiologi di UMMU
rahmatabdfatah@gmail.com


Dalam tragedi yang paling klasik, di gunung Qasiyun yang menjulang tinggi di wilayah damaskus, tragedi kemanusiaan bermula akibat nafsu angkara murka membuat Qabil tega menghabisi nyawa adik kembarnya sendiri Habil. Sejarah manusia kemudian bermula dengan goresan darah, kekerasan, tangisan, duka sekaligus menyayangi sesama.  “maka hawa nafsu menjadikannya mengganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah seorang diantara orang-orang yang merugi...dan karena itu jadilah ia diantara orang-orang yang menyesal” (Qs.Almaidah: 30-31). Menangislah Qabil dalam penyesalan yang mengesakkan dada. Tetapi semua suda terlambat. Begitulah manusia setelahnya, memiliki sifat memangsa selain menyayangi sesama.

Mama Izin Pigi



Mama bangun tengah malam
Kase bangun Abba deng katong ade kaka
Mama bilang Abba saya pigi kamuka
Abba tuntun mama pigi di kamar Muka

Bacarita Mama dong


Bacarita Mama dong
Tide-tide dorang pe lagu andalan
Samudera di kabong jadi saksi dorang pe melodi
Abba tara perna pangge mama sayang kaya torang sekarang
tapi dorang pe bakusayang tara akang bisa lawan

Mangaji Dulu dulu



Mangaji dulu-dulu
Selalu menyimpan rindu
Senja yang mulai malu
Katorang dapa dusu

Badan malakat deng laut
Terikat mata kalut
Kaka dong mangente laut
Torang lari kasetinggal laut

Apa makna yang bisa kita beri Kawan



Tatkala kita melewati persimpangan sejarah yang curam
Kita selalu jujur pada nurani yang peluh pada malam
Bahwa sejatinya kita merindukan  para pahlawan yang tak mengenal malam
Yang  bekerja dalam sunyi yang panjang dengan imajinasi dan kalam

Kepada kawan-kawan di jalan kesunyian


Kepada kawan-kawan di jalan kesunyian
Lahirkan panji-panji perlawanan dengan pena
Kita beri kesempatan terakhir. Ingatkan  mereka tentang makna bernegara

BAGAIMANA BERTERIMA KASIH DALAM ISLAM?

                Sumber Foto: ivanlanin.wordpress.com

"Barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, dia tidak berterima kasih kepada Allah." Kalimat ini adalah terjemahan dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya.

مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ

Barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, dia tidak berterima kasih kepada Allah (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)

Ada hadits lain yang senada dengan hadits di atas, yang juga berderajat shahih.

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

Tidak bersyukur kepada Allah, siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Dishahihkan oleh Al-Albani)

KEPADA JANUARI KETAHUILAH

                                                                       Foto Pribadi: RAF


Aku padamu hanyalah rindu yang diperpanjang
Petasan yang disulut pada malam yang panjang
Menawari cahya yang datang
Meroket, melejit, mengilang


Rindu semakin tersulut
Menapaki jejak
semoga tak sulit
Rindu
Harapan.
Bersamamu

Kepada Januari, ketahuilah
Aku padamu bagai Filsafat
Rumit, namun tetap rasional
Tertuntun oleh silogisme yang benar
Pun, seuntai rasa rindu dan pilu selalu datang membisik
Mengaburkannya.

Kepada Januari Ketahuilah
Betapapun rumitnya rasa rindu
Pagimu kini, ialah rangkaian makna-makna
Bersublim pada jiwa
Hempaskanlah desembermu dengan jiwa yang tenang
Nikmati semburat mentarimu
Tuai harapan
Haru bahagia.

#RAF#PelukanMentari#Ternate,01012020#.

ADAKAH SUBSTANSI, APATAH LAGI BUDAYA BERDEMOKRASI?



Foto Pribadi: Rahmat  Abd Fatah 


Adakah substansi, apatah lagi Budaya Berdemokrasi? Jika aku istiqamah mengesakan Tuhan. Engkau menuduh aku radikal

Adakah substansi, apatah lagi Budaya Berdemokrasi? Jika aku peduli pada kemanusiaan dengan keadilan dan keberadabannya, kau tuduh aku tidak tulus dan pencitraan semata

Adakah substansi, apatah lagi Budaya Berdemokrasi? Jika aku berkumpul bersama, menguatkan dan mengukuhkan persatuan Indonesia. Kau tuduh aku intoleran dan memiliki agenda tertutup




Adakah substansi, apatah lagi Budaya Berdemokrasi?Jika sila kerakyatan yang penuh hikmat kebijaksanaan itu, mewujud konflik dalam permusyawaratan perwakilan

 Adakah substansi, apatah lagi Budaya Berdemokrasi?Jika Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hanyalah sebatas falsafah negara

 Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi?Jika senandung toleransi, kau tuduh tak berprinsip, juga dendangan kepercayaan sesama tak lagi dipercaya

 Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi? Jika kebebasan dan keterbukaan selalu dianggap kebablasan

Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi?Jika menghargai dan perlindungan sesama tak lagi bergelayut di jiwa?

 Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi Jika mozaik nan indah itu mulai redup tak berpelangi

Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi?Jika di jagad maya yang bebas itu. Masih bersileweran para pengagum, sekaligus para pembenci. Saling mengunci, menguji sekaligus memuji, menuduh juga menindih

 Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi?Jika kepentingan masih sebagai intrik dan taktik menelikung sesama

 Adakah substansi, apatah lagi budaya berdemokrasi?Jika alas yang mendasarinya ialah hasrat kuasa yang meniadakan rasa. Bukan prinsip dan ideologi,untuk menebari keadilan dan kebenaran pada semesta.

 Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi?Jika kepercayaan public nyaris hilang. Adakah substansi, apatah lagi budaya berdemokrasi? Jika Penyelenggara juga parpol dicibir manis, juga sinis dan tak terlegitimasi dianggapnya.

Adakah substansi, apatahlagi budaya berdemokrasi????

Penulis: Rahmat Abd Fatah

Selasa, 18 Desember 2018